Rabu, 31 Juli 2013

CENTRAL SEROUS CHORIO RETINOPATHY (CSCR)

 
BAB I
 PENDAHULUAN

Mata adalah salah satu panca indera manusia yang sangat penting. Sebagai indera pengelihatan, mata dapat diibaratkan sebagai lampu yang menyinari kehidupan manusia. Tanpa mata dunia akna tersa gelap gulita. Oleh karena itu penting penting bagi kita dalam mempelajari dan mengembangkan ilmu di bidang kesehatan mata agar para tenaga medis khususnya dokter dapat melaksanakan penanganan atau menegemen yang tepat  terhada kelainan –kelainan pada mata dan selalu mengikuti ilmu-ilmu mutakhir yang berkembang tentang ilmu kesehatan mata.
Menurut perhitungan WHO, tanpa ada tindakan apa-apa, diperkirakan pada 2020 jumlah penduduk dunia penderita kebutaan menjadi dua kali lipat, 80 juta hingga 90 juta orang. Kenyataan ini sangat kontradiktif di tengah gencarnya seruan pentingnya hak asasi manusia. Tak dapat disangkal, hak memperoleh penglihatan yang optimal (right to sight) merupakan salah satu hak asasi manusia yang harus dijamin ketersediaannya. Dengan latar belakang itu muncul program ”Vision 2020: Right to Sight”, bertujuan mengurangi jumlah penyakit mata yang dapat menyebabkan kebutaan. Vision 2020 memperoleh komitmen politik kuat ketika pada World Health Assembly ke-56, tahun 2003 disahkan lewat resolusi WHA56.26, ”Elimination of Avoidable Blindness”. Lebih dari 40 negara menandatangani resolusi ini, termasuk Indonesia.  1
Central serous retinopathy ( CSCR ) atau lebih dikenal dengan nama retinopati serosa sentral adalah suatu kelainan pada retina, tepatnya pada macula lutea, penyakit ini jarang ditemukan, bersifat unilateral, self limited desease dan ditandai oleh pelepasan serosa sensorik sebagai akibat dari kebocoran setempat cairan dari koriokapilaris melalui defek di epitel pigmen retina. Penyakit ini biasanya mengenai pria berusia muda sampai pertengahan dan mungkin berkaitan dengan kejadian-kejadian stress  kehidupan 2,3.Penjelasan mengenai hal ini adalah karena pria cenderung mempunyai kehidupan yang lebih stress, paparan terhadap kejahatan lebih tinggi, jam kerja yang lebih panjang, tanggung jawab keuangan yang lebih besar dan pekerjaan yang lebih berbahaya 3. Hal itu dapat memicu berbagai kelainan di mata termasuk retinopati serosa sentralis (CSCR).
BAB 2
PEMBAHASAN

2.1. ANATOMI RETINA
          Retina atau selaput jala merupakan suatu struktur yang sangat terorganisir, yang terdiri dari lapisan-lapisan badan sel dan prosesus sinaptik. Walaupun ukurannya kompak dan tampak sederhana apabila dibandingkan dengan struktur saraf misalnya korteks serebrum, retina memiliki daya pengolahan yang sangat canggih. Pengolahan visual retina diuraikan oleh otak, dan persepsi warna, kontras, kedalaman, dan bentuk berlangsung di korteks. 3,4
          Retina adalah selembar tipis jaringan saraf yang semitransparan dan multi lapis yang melapisi bagian dalam 2/3 posterior dinding bola mata. Retina membentang ke depan hampir sama jauhnya dengan korpus siliare dan berakhir di tepi ora serata. Permukaan luar retina sensorik bertumpuk dengan lapisan epitel berpigmen retina sehingga juga bertumbuk dengan membran Bruch, koroid dan sklera. Di sebagian besar tempat, retina dan epitelium pigmen retina mudah terpisah hingga membentuk suatu ruang subretina, seperti yang terjadi pada ablasio retina. Tetapi pada diskus optikus dan ora serata, retina dan epitelium pigmen retina saling melekat kuat, sehingga membatasi perluasan cairan subretina pada ablasio retina. Hal ini berlawanan dengan ruang subkoroid yang dapat terbentuk antara koroid dan sklera, yang meluas ke taji sklera. Dengan demikian ablasi koroid meluas melewati ora serata, di bawah pars plana dan pars plikata. Permukaan dalam retina menghadap ke vitreus.2,3,4
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjCsCyhGJIUpJZECXPdykBK3YixbMXHbYAIhfohGR9kI2Tii_S655ec73hw67o3DfAA2bmKrbqH72xylpZNbHdkMIVJPgdce5KNFoQ2FbufjinfEhN0v7asXZt2LSWkrS1Jfnp0DSRMgHg/s400/maaa.bmp
Gambar 1. Struktur anatomi mata. (http://www.scribd.com/doc/47075297/2-2-anatomi-dan-fisiologi-retina-dan-vitreus)
          Lapisan-lapisan retina, mulai dari sisi dalamnya, adalah sebagai berikut :
1.    Membrana limitans interna
2.    Lapisan serat saraf, yang mengandung akson-akson sel ganglion yang berjalan menuju ke nervus optikus
3.    Lapisan sel ganglion
4.    Lapisan pleksiformis dalam, yang mengandung sambungan-sambungan sel ganglion dengan sel amakrin dan sel bipolar
5.    Lapisan inti dalam badan sel bipolar, amakrin dan sel horizontal
6.    Lapisan pleksiformis luar, yang mengandung sambungan-sambungan sel bipolar dan sel horisontal dengan fotoreseptor
7.    Lapisan inti luar sel fotoreseptor
8.    Membrana limitans eksterna
9.    Lapisan fotoreseptor segmen dalam dan luar, batang dan kerucut
10.     Epitelium pigmen retina.2,3







Gambar 2 : lapisan retina.(http://astaqauliyah.com/wp-content/uploads/2011/01/anatomi-retina)
Retina mempunyai tebal 0,1 mm pada ora serrata dan 0,23mm pada kutub posterior. Di tengah –tengah retina terdapat macula. Secara klinis macula adalah daerah yang dibatasi aleh arcade arcade pembuluh darah retina temporal. Di tengah macula, sekitar 3,5 mm di sebelahlateral diskus optikus terdapat fovea, yang secara klinis jelas –jelas merupakan cekungan yang memberikan pantulan khusus bila dilihat dengan optalmoskop. Fovea merupakan zona avaskuler di retina pada angiografi fluoresens.secara histologis , fovea ditandai dengan menipisnya lapisan inti luar dan tidak adanya lapisan-lapisan parenkim karena akson-akson sel fotoreseptor  berjalan oblik dan pergeseran  secara sentrifugal lapisan retina yang lebih dekat ke permukaan dalam foveola adalah bagian paling tengan fovea, disini fotoreseptornya adalah sel kerucut, dab bagian retina paling tipis. 3
Retina menerima darah dari dua sumber : khoriokapilaria yang berada tepat di membran Bruch, yang mendarai sepertiga luar retina, termasuk lapisan pleksiformis luar dan lapisan inti luar, fotoreseptor, dan lapisan epitel pigmen retina; cabang-cabang arteri sentralis retinae, yang mendarai dua per tiga sebaelah dalam. Fovea sepenuhnya diperdarahi oleh khoriokapilaria dan mudah terkena kerusakan yang tak dapat diperbaiki kalu retina mengalami ablasi. Pembuluh darah retina mempunyai lapisan endotel yang tidak berlubang, karena membentuk sawar darah retina. Lapisan sawar dara khoroid dapat ditembus. 3,
                                                  







Gambar 3 : gambaran retina normal  pada optalmoskop (http://ifan050285.files.wordpress.com/2010/02/mata-21)
2.2.FISIOLOGI
          Retina adalah jaringan paling kompleks di mata. Untuk melihat, mata harus berfungsi sebagai suatu alat optis, sebagai suatu reseptor kompleks, dan sebagai suatu transduser yang efektif. Sel-sel batang dan kerucut di lapisan fotoreseptor mampu mengubah rangsangan cahaya menjadi suatu impuls saraf yang dihantarkan oleh lapisan serat saraf retina melalui saraf optikus dan akhirnya ke korteks penglihatan. Makula bertanggung jawab untuk ketajaman penglihatan yang terbaik dan untuk penglihatan warna, dan sebagian besar selnya adalah sel kerucut. Di fovea sentralis, terdapat hubungan hampir 1:1 antara fotoreseptor kerucut, sel ganglionnya dan serat saraf yang keluar, dan hal ini menjamin penglihatan paling tajam. Di retina perifer, banyak fotoreseptor dihubungkan ke sel ganglion yang sama, dan diperlukan sistem pemancar yang lebih kompleks. Akibat dari susunan seperti itulah makula terutama digunakan untuk penglihatan sentral dan warna (penglihatan fotopik) sedangkan bagian retina lainnya, yang sebagian besar terdiri dari fotoreseptor batang, digunakan terutama untuk penglihatan perifer dan malam (skotopik). 2,3,4
Retina dapat diperiksa dengan oftalmoskop langsung atau tidak langsung atau dengan slitlamp (biomikroskop) dan lensa bikonveks kontak atau genggam. Dengan alat-alat ini, secara klinis pengamat yang berpengalaman mampu memisahkan lapisan-lapisan retina untuk menentukan jenis, tingkat, dan luas suatu penyakit retina. Fotografi fundus dan angiografi fluoresens merupakan alat bantu dalam pemeriksaan klinis: fotografi memungkinkan dokumentasi untuk perbandingan kemudian, dan angiografi menghasilkan detil vaskular yang penting untuk terapi penyakit retina dengan laser.4

2.3. CENTRAL SEROUS CHORIO RETINOPATHY(C.S.C.R)
2.3.1.Batasan
Retinopati serosa sentral atau korioretinopati serosa sentral adalah sebuah penyakit dimana terdapat ablasio serosa retina neurosensorik sebagai akibat dari kebocoran cairan setempat dari koriokapilaris melalui suatu defek di epitel pigmen retina. Penyebab-penyebab lain bocornya epitel pigmen retina, seperti neovaskularisasi koroid, inflamasi atau tumor harus dipisahkan untuk membuat diagnosis.4,5
          Retinopati serosa sentral dapat dibagi menjadi dua gambaran klinis yang berbeda. Secara klasik, retinopati serosa sentral disebabkan oleh satu atau lebih kebocoran terpisah yang berlainan pada tingkat epitel pigmen retina yang terlihat pada angiografi fluoresens. Bagaimanapun, saat ini diketahui bahwa retinopati serosa sentral dapat muncul sebagai disfungsi epitel pigmen retina difus (misal epiteliopati pigmen retina difus, retinopati serosa sentral kronik, epitel pigmen retina terdekompensasi) yang ditandai dengan lepasnya retina neurosensorik melewati area atrofi epitel pigmen retina dan pigmen mottling (munculnya bintik-bintik tidak merata). Selama angiografi fluoresens area hiperfluoresens granular yang luas berisi satu atau beberapa kebocoran halus yang terlihat. 2,3
 2.3.2.Etiologi
          Retinopati serosa sentral sering disebut retinopati serosa sentral idiopatik yang artinya penyebabnya tidak diketahui. Namun demikian, stres tampaknya memainkan peranan penting. Retinopati serosa sentral juga dihubungkan dengan kortisol dan kortikosteroid, dan orang dengan tingkat kortisol lebih tinggi daripada normal juga memiliki kecenderungan untuk menderita retinopati serosa sentral. 2,4,5
       2.3.3.Patofisiologi
Hipotesa patofisiologi sebelumnya menerangkan adanya transpor ion abnormal melewati epitel pigmen retina dan vaskulopati koroid fokal. Munculnya Fundal Flourosen Angiografi  telah menerangkan pentingnya sirkulasi koroid pada patogenesis retinopati serosa sentral. Fundal Flurocein Angiografi (FFA) telah mendemonstrasikan area hipermeabilitas dan hiperfluoresens koroid multifokal yang memperlihatkan kelainan  vaskuler koroid fokal. Beberapa pengamat meyakini bahwa hubungan dengan vaskuler koroid pertama yang kemudian mengarah pada disfungsi sekunder melalui epitel pigmen retina.2,4
          Beberapa studi menggunakan elektroretinografi telah mendemonstrasikan disfungsi retinal difus bilateral bahkan ketika retinopati serosa sentral hanya aktif pada satu mata. Studi-studi ini mendukung keyakinan pada efek sistemik difus pada vaskularisasi koroid.2,4
          Kepribadian tipe A, hipertensi sistemik, dan sleep apnea obstruktif mungkin duhubungkan dengan retinopati serosa sentral. Diduga patogenesisnya adalah karena meningkatnya sirkulasi kortisol dan epinefrin, yang mempengaruhi autoregulasi dari sirkulasi koroid. Lebih lanjut, Tewari dkk mendemonstrasikan pasien dengan retinopati serosa sentral yang menunjukkan terganggunya respon autonomik yang secara berarti menurunkan aktifitas parasimpatetik dan secara berarti meningkatkan aktifitas simpatik. 2,4
          Kortikosteroid memiliki efek langsung pada ekspresi gen reseptor adrenergik sehingga menambah efek keseluruhan katekolamin pada patogenesis retinopati serosa sentral. Berikutnya studi yang beragam telah dengan yakin melibatkan efek kortikosteroid pada perkembangan retinopati serosa sentral.2,4,9
2.3.4. Insiden
Secara klasik, retinopati serosa sentral lebih sering mengenai laki-laki pada usia 20-55 tahun. Kondisi ini mempengaruhi laki-laki 6-10 kali lebih banyak dibandingkan perempuan.diadapatkan juga pada prerempuan hamil dan usia di atas 60 tahun.2,4,5
Penderita dengan retinopati serosa sentral (yang ditandai dengan kebocoran setempat) memiliki resiko rekurensi 40-50℅ pada mata yang sama. Resiko terjadinya neovaskularisasi koroid yang muncul dari retinopati serosa sentral sebelumnya siperkirakan kecil (< 5℅) namun memiliki frekuensi lebih tinggi pada pasien lebih tua dengan diagnosa retinopati serosa sentral.2,4
2.3.5.Gejala klinis
Anamnesa : penderita mengeluh mata kabur untuk membaca dan melihat jauh, terutama melihat benda yang lebih kecil atau lebih besar dari mata yang sehat, dan penderita meliha bayangan  gelap bulat atau lonjong ditengah lapang pandang (Skotoma sentral). 6
Keluhan juga disertai :
1.      Mikropsia atau Sindrom Alice di Wonderland adalah keadaan disorientasi saraf yang memengaruhi persepsi penglihatan pada manusia. Penderita sindrom ini akan merasa melihat rekannya, bagian tubuh dari manusia, hewan, objek tak bergerak menjadi lebih kecil dari kenyataan. Secara umum, objek yang dipersepsi mucnul sangat jauh atau sangat dekat pada waktu bersamaan.7
2.      Metamorfopsia disebut distorsi visual yang konsisten dalam mengubah persepsi ukuran ( dismegalopsia ) atau bentuk ( dismorfopsia ) objek Umumnya muncul karena garis lurus muncul sebagai twisted. 8
3.      Penglihatan kabur , dimana penglihatan dapat berkisar dari 20/20 sampai 20/200. 10
4.      Penurunan kemampuan melihat warna dan kontras. 5,9,10
2.3.6.Pemeriksaan Klinis
a.       Oftalmoskopi indirek
          Pada kasus tipikal telah menunjukkan lingkaran dangkal atau peninggian oval pada retina sensoris pada kutub posterior. 2,4
          Lepasnya lapisan serosa retina neurosensoris, peninggian kubah jernih biasanya pada daerah perifovea, menyebabkan peningkatan relatif dalam hiperopia, penurunan yang dihubungkan pada ketajaman penglihatan tak terkoreksi dan mengubah refleks membran limitans interna. Lesi ini biasanya menghilang secara spontan dalam 3 – 4 bulan. 2,4
b.      Biomikroskopi slitlamp
          Perlu sekali dilakukan dalam menegakkan diagnosa dan menyingkirkan penyebab lain lepasnya retina sensoris (misal lubang diskus optikus, koloboma diskus optikus, tumor koroid dan membran neovaskuler subretina). Biomikroskopi menunjukkan retina sensoris yang terlepas sebagai sesuatu yang transparan dengan ketebalan yang normal. Terpisahnya retina sensoris yang terlepas tersebut dari epitel pigmen retina yang mendasarinya dapat diketahui dengan menandai bayangan semu diatas epitel pigmen retina oleh pembuluh darah retina. Pada kasus tertentu, presipitat-presipitat kecil dapat dilihat pada permukaan posterior retina sensoris yang terlepas. Kadang-kadang daerah abnormal pada epitel pigmen retina dapat juga dijumpai melalui cairan yang bocor dari koriokapiler ke dalam ruang subretina dan pada beberapa kasus terlepasnya epitel pigmen retina yang kecil dapat dijumpai dalam lapisan serosa yang lepas. Cairan subretina dapat jernih maupun keruh. 2,4
http://www.stlukeseye.com/images/img-cscr-small.jpg






Gambar 4 : gambaran macula (www.myvisiontest.com/img/upload/CentralSerous)
c.       Angiografi fluorosens 2,4,10
           Walaupun dalam banyak kasus diagnosa dibuat secara klinis, angiografi fluoresens membantu dalam membuat diagnosa pasti retinopati serosa sentral, dan dalam menyingkirkan munculnya membran neovaskuler subretina dalam kasus-kasus atipikal. Pada retinopati serosa sentral terdapat kerusakan sawar retina-darah bagian luar yang memungkinkan lewatnya molekul fluoresens bebas ke dalam ruang subretina. Pada angiografi ada 2 pola yang terlihat  (teknik lihat lampiran):
           1 .Gambaran kumpulan-asap (smoke-stack)
Selama fase awal perpindahan zat kontras, bintik hiperfluoresens muncul yang kemudian membesar secara vertikal. Selama fase vena lambat, cairan memasuki ruang subretina dan naik secara vertikal (seperti kumpulan asap) dari titik kebocoran sampai mencapai batas atas lepasannya. Zat kontras kemudian menyebar ke lateral mengambil bentuk mushroom atau payung, sampai keseluruhan area yang lepas terisi.
          2 .Gambaran noda tinta (ink-blot)
Kadang-kadang dapat terlihat pada bintik hiperfluoresens pertama yang berangsur-angsur bertambah ukurannya sampai seluruh ruang subretina terisi.
Fluorescein angiography in the early recirculatio...






Gambar 5: Fluorescein angiography di resirkulasi tahap awal pasien dengan satu detasemen neurosensorik lokal di makula chorioretinopathy serosa pusat. Perhatikan hyperfluorescence fokus.2






Gambar 6: Fluorescein angiography di resirkulasi tahap akhir pasien yang sama seperti pada gambar di atas. Perhatikan distribusi kebocoran pewarna fluorescein dalam detasemen neurosensorik.2

d.   Optical Coherence Tomography (OCT) : dapat menunjukan celah pada bagian retina akan berguna untuk  mendiagnosa CSCR

http://www.mvretina.com/education/images/csroct.jpg



Gambar 7 : pada (OCT) tampak cauran abnormal pada lapisan retina.(http://www.healthscout.com/ency/68/309/main.html)
2.3.7.Diagnosa Banding
  1. Degenerasi makula terkait-usia :
Degenerasi macula adalah suatu keadaan dimana macula mengalami kemunduran sehingga terjadi penurunan ketajaman penglihatan dan kemungkinan akan menyebabkan hilangnya fungsi penglihatan sentral. Kondisi ini biasanya berkembang secara perlahan-lahan, tetapi kadang berkembang secara progresif, sehingga menyebabkan kehilangan penglihatan yang sangat berat pada satu atau kedua bola mata.
Berdasarkan American Academy of Oftalmology penyebab utama penurunan penglihatan atau kebutaan di AS yaitu umur yang lebih dari 50 tahun. Data di Amerika Serikat menunjukkan, 15 persen penduduk usia 75 tahun ke atas mengalami degenerasi makula itu. Terdapat 2 jenis tipe dasar dari penyakit-penyakit tersebut yakni Standar Macular Degeneration dan Age Related Macular Degeneration (ARMD).
Degenerasi makula terkait usia merupakan kondisi generatif pada makula atau pusat retina. Terdapat 2 macam degenarasi makula yaitu tipe kering (atrofik) dan tipe basah (eksudatif). Kedua jenis degenerasi tersebut biasanya mengenai kedua mata secara bersamaan. Degenerasi makula terjadi sebagai akibat dari kerusakan pada epitel pigmen retina.
Degenerasi makula menyebabkan kerusakan penglihatan yang berat (misalnya kehilangan kemampuan untuk membaca dan mengemudi) tetapi jarang menyebabkan kebutaan total. Penglihatan pada tepi luar dari lapang pandang dan kemampuan untuk melihat biasanya tidak terpengaruh, yang terkena hanya penglihatan pada pusat lapang pandang. Gejala klinis biasa ditandai terjadinya kehilangan fungsi penglihatan secara tiba-tiba ataupun secara perlahan tanpa rasa nyeri. Kadang gejala awalnya berupa gangguan penglihatan pada salah satu mata, dinilai garis yang sesungguhnya lurus terlihar bergelombang.(1,3)
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan hasil pemeriksaan mata. Sejauh ini belum ada terapi untuk degenerasi makula tipe kering. Suplemen seng hanya mampu membantu memperlambat progresivitas gangguan. Untuk beberapa kasus basah, terapi laser bisa membersihkan pembuluh darah abnormal sehingga kekaburan penglihatan dapat dicegah. Tetapi, tidak semua kasus bisa diatasi dengan terapi laser. Saat ini sedang dikembangkan berbagai obat dan prosedur operasi baru antara lain terapi foto dinamik. Faktor resiko gangguan ini selain karena usia tua, juga riwayat keluarga (genetik), ras kaukasia serta merokok.3
2.     Edema makula Irvine-Gass
Makula edema terjadi ketika cairan dan protein deposito mengumpulkan pada atau di bawah makula dari mata , daerah pusat kuning dari retina , menyebabkan ia menebal dan membengkak. Pembengkakan dapat merusak orang pusat yang visi , sebagai makula dekat pusat retina di bagian belakang bola mata. Daerah ini memegang erat sel kerucut yang memberikan penglihatan  tajam, penglihatan sentral yang jelas untuk memungkinkan seseorang untuk melihat bentuk, warna, dan detail yang langsung dalam garis pandang. Macular Edema kadang-kadang komplikasi yang muncul beberapa hari atau minggu setelah operasi katarak , tetapi kebanyakan kasus tersebut dapat berhasil diobati dengan OAINS atau kortison tetes mata . Sampai saat ini tidak ada pengobatan yang baik untuk edema makula yang disebabkan oleh oklusi vena retina sentral (CRVO). Laser photocoagulation telah digunakan untuk edema makula yang disebabkan oleh oklusi vena retina cabang (BRVO). edema makula Cystoid (CME) adalah setiap jenis edema makula yang melibatkan kista formasi, termasuk sindrom Irvine Gass-dan lain-lain.11
3.     Lubang macula
Lubang makula adalah hilangnya seluruh ketebalan retina sensorik di makula.  Gangguan initerjadi paling sering pada pasien usia lanjut dan biasanya unilateral. Pemeriksaanbiomikroskopi terhadap mata yang bergejala menampakkan lubang bundar atau oval, padaseluruh ketebalan (full-thickness), berbatas tegas dengan diameter sepertiga diskus di pusatmakula, yang mungkin dikelilingi oleh daerah ablasio retina sensorik berbentuk cincin.Ketajaman penglihatan terganggu, dan pada pemeriksaan Amsler grid dijumpaimetamorfopsia dan skotoma sentral. Uji cahaya celah  Watzke-Allen mempunyai korelasidengan keberadaan lubang makula full-thickness. Seberkas cahaya celah yang diarahkan kelubang makula digambarkan pasien sebagai  cahaya yang menipis atau terputus-putus.Lubang makula terjadi akibat traksi tangensial pada korteks vitreosa epiterina.12
4.     Neovaskularisasi koroid
Neovaskularisasi retina merupakan endpoint berbagai serangan penyakit yang sering dijumpai, penyakit ini dapat terjadi sekunder karena oklusi pembuluh darah, hipoksia, atau produksi factor angiogenik primer. Oklusi pembuluh darah dapat menyebabkan perdarahan (dan perubahan terkait dengan pengorganisasian peristiwa tersebut, termasuk ablasio retina ), atau menimbulkan iskemia local. Hipoksia retina mengakibatkan produksi factor pertumbuhan (missal VEGF) yang menimbulkan angiogenesis, kontraksi membrane neovaskuler yang kemudian menyebabkan ablasio retina. 13
5.     Ablasio retina
Ablasio adalah suatu keadaan lepasnya retina sensoris dari epitel pigmen retina (RIDE). keadaan ini merupakan masalah mata yang serius dan dapat terjadi pada usia berapapun, walaupun biasanya terjadi pada orang usia setengah baya atau lebih tua. Ablasio retina lebih besar kemungkinannya terjadi pada orang yang menderita rabun jauh (miopia) dan pada orang orang yang anggota keluarganya ada yang pernah mengalami ablasio retina. Ablasio retina dapat pula disebabkan oleh penyakit mata lain, seperti tumor, peradangan hebat, akibat trauma atau sebagai komplikasi dari diabetes. Bila tidak segera dilakukan tindakan, ablasio retina dapat menyebabkan cacat penglihatan atau kebutaan yang menetap. Sebagian besar ablasio retina terjadi akibat adanya satu atau lebih robekan-robekan atau lubang-lubang di retina, dikenal sebagai ablasio retina regmatogen (Rhegmatogenous Retinal Detachment). Kadang-kadang proses penuaan yang normal pun dapat menyebabkan retina menjadi tipis dan kurang sehat, tetapi yang lebih sering mengakibatkan kerusakan dan robekan pada retina adalah menyusutnya korpus vitreum, bahan jernih seperti agar-agar yang mengisi bagian tengah bola mata. Korpus vitreum melekat erat pada beberapa lokasi. Bila korpus vitreum menyusut, ia dapat menarik sebagian retina ditempatnya melekat, sehingga menimbulkan robekan atau lubang pada retina. Bila sudah ada robekan-robekan retina, cairan dari korpus vitreum dapat masuk ke lubang di retina dan dapat mengalir di antara lapisan sensoris retina dan epitel pigmen retina. Cairan ini akan mengisi celah potensial antara dua lapisan tersebut diatas sehingga mengakibatkan retina lepas. Bagian retina yang terlepas tidak akan berfungsi dengan baik dan di daerah itu timbul penglihatan kabur atau daerah buta. Bentuk ablasio retina yang lain yaitu ablasio retina traksi ( Traction Retinal Detachment ) dan ablasio retina eksudatif (Exudative Retinal Detachment) umumnya terjadi sekunder dari penyakit lain. Ablasio retina traksi disebabkan adanya jaringan parut yang melekat pada retina. Kontraksi jaringan parut tersebut dapat menarik retina sehingga terjadi ablasio retina. Ablasio retina eksudatif dapat terjadi karena adanya kerusakan epitel pigmen retina , karena peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah oleh berbagai sebab atau penimbunan cairan yang terjadi pada proses peradangan. Gejala yang sering dikeluhkan penderita adalah : Floaters (terlihatnya benda melayang-layang), Photopsia/Light flashes(kilatan cahaya), penurunan tajam penglihatan. penderita mengeluh penglihatannya sebagian seperti tertutup tirai yang semakin lama semakin luas.14

6.          Penyakit Vogt-Koyanagi-Harada
Sindroma ini biasanya akan memberikan keluhan bilateral, penglihatan menurun, sakit, mata merah, yang kadang- kadang disertai sakit kepala, kaku tengkuk, enek dan muntah, demam dan malaise. Penyebab sindrom in tidak diketahui pasti. Biasanya mengenai usia 20 tahun. Gejala tedapat pada uvea, retina dan meningen. Pada kilit akan terlihat vitiligo, rambut rontok (alopesia). Sering kelainan ini disertai dengan gangguan pendengaran seperti tuli dan tinnitus. Ablasi retina eksudat dapat terjadi, disertai peradangan intraocular papilitis. Rangsangan meningen akan mengakibatkan gangguan saraf. Gejalanya adalah ablasiretina serosa pada kedua mata,disertai infiltrate pada koroid, kekeruhan badan kaca, edema papil, dan suar di bili mata depan. Pengobatan diberikan untuk mengatasi radang dengan steroid topical sistemik, siklopegik, pengobatan gejala saraf lainnya.6
2.3.8.Penatalaksanaan
         Keberhasilan fotokoagulasi laser tidak terbukti jelas dalam menangani tempat lepasnya dan bocornya epitel pigmen retina jika fotokoagulasi laser ditempatkan pada area fovea. Robertson dan Ilstrup (1983) mengamati bahwa fotokoagulasi laser langsung pada area kebocoran epitel pigmen retina memperpendek kejadian retinopati serosa sentral kira-kira 2 bulan. Para pengamat ini lebih lanjut mencatat bahwa tidak terdapat rekurensi dalam periode 18 bulan, dimana rekurensi sebesar 34 ℅ telah diamati pada sekelompok pasien dengan fotokoagulasi indirek atau palsu.2,4
          Fotokoagulasi laser pada tempat kebocoran pada epitel pigmen retina tidak terlihat mempengaruhi hasil akhir visual secara bermakna.(2,3,8) Fotokoagulasi laser tidak mengurangi baik angka rekurensi maupun prevalensi penyakit kronik dimana perubahan epitel pigmen epitel progresif menimbulkan ancaman hilangnya penglihatan secara permanen. Bagaimanapun, fotokoagulasi laser mempercepat penyembuhan gejala dengan mempersingkat lepasnya serosa lebih cepat. 2,3,4,5,10

   Indikasi  fotokoagulasi laser:
a.              CSCR yang berulang
b.             CSCR sesudah 12 minggu belum membaik
c.              Visus penderita makin terganggu dan penderita tidak bisa bekerja untuk menyelesaikan pekerjaan yang penting
d.             CSCR pada mata jiran.6
    Termoterapi transpupil( penjelasan lihat lampiran) telah dianjurkan sebagai alternatif dengan resiko lebih rendah dibandingkan fotokoagulasi laser pada kasus dimana kebocoran terdapat pada makula sentral.2,4
          Penderita retinopati serosa sentral biasanya menemukan cara mereka sendiri untuk menangani kondisi mereka, yang mungkin termasuk mengurangi stres dan mengubah pola makan. 2,4
2.3.9.Prognosa
          Retinopati serosa sentralis merupakan penyakit yang akan hilang sendiri; biasanya akan terjadi remisi lengkap dalam 6 bulan. Retinopati serosa sentral dapat bersifat residif. Sekitar 80℅ akan mengalami resolusi cairan subretina spontan dan kembali normal atau mendekati normal, dalam 1-6 bulan. 20℅ sisanya lebih lama dari 6 bulan, namun mengalami resolusi dalam 12 bulan. Pada keadaan ini cairan subretina akan diserap kembali dan retina akan melekat kembali pada epitel pigmen tanpa gejala sisa subyektif yang menyolok. Metamorfopsia, penurunan dalam penglihatan cahaya, dan perubahan dalam penglihatan warna dapat bertahan selama beberapa bulan dalam derajat yang ringan namun jarang menimbulkan kecacatan; dan mungkin juga menjadi permanen akibat serangan rekuren multipel ataupun ablasio yang lama. Ketajaman penglihatan cenderung kembali normal. Jika gejala secara khusus mengganggu, fotokoagulasi laser dapat menurunkan lamanya waktu untuk resolusi.2,4,10

2.3.10.Komplikasi
1.     Sebagian kecil pasien mengalami neovaskularisasi koroid pada tempat kebocoran dan bekas laser. Pengamatan retrospektif kasus ini menunjukkan bahwa setengah dari pasien-pasien tersebut mungkin memiliki tanda-tanda neovaskularisasi koroid semu pada saat pengobatan. Pada pasien yang lain, resiko neovaskularisasi koroid mungkin meningkat dengan pengobatan laser.2,4
2.     Ablasio retina bulosa akut dapat muncul sebaliknya pada pasien sehat dengan retinopati serosa sentral. Gambarannya dapat menyerupai penyakit Vogt-Koyanagi-Harada, ablasio retina regmatogenus, atau efusi uvea. Sebuah laporan kasus telah melibatkan penggunaan kortikosteroid pada retinopati serosa sentral sebagai faktor yang meningkatkan kemungkinan pembentukan fibrin subretina. Mengurangi dosis kortikosteroid secara bertahap akan menghasilkan perbaikan pada ablasio retina serosa.2,4
3.     Dekompensasi epitel pigmen retina akibat serangan berulang akan berakibat atrofi epitel pigmen retina dan berikutnya atrofi retina. Dekompensasi epitel pigmen retina adalah manifestasi retinopati serosa sentral namun dapat juga dianggap sebagai komplikasi jangka panjang.2,4












BAB III
PENUTUP
          Retinopati serosa sentral atau korioretinopati serosa sentral adalah sebuah penyakit dimana terdapat ablasio serosa retina neurosensorik sebagai akibat dari kebocoran cairan setempat dari koriokapilaris melalui suatu defek di epitel pigmen retina. Retinopati serosa sentral sering disebut retinopati serosa sentral idiopatik yang artinya penyebabnya tidak diketahui. Namun demikian, stres tampaknya memainkan peranan penting. Retinopati serosa sentral juga dihubungkan dengan kortisol dan kortikosteroid.
     secara khusus sembuh spontan pada kebanyakan pasien. Pasein dengan retinopati serosa sentral memiliki resiko rekurensi 40-50℅ pada mata yang sama. Resiko terjadinya neovaskularisasi koroid yang muncul dari retinopati serosa sentral sebelumnya siperkirakan kecil (< 5℅) namun memiliki frekuensi lebih tinggi pada pasien lebih tua dengan diagnosa retinopati serosa sentral. Secara klasik, retinopati serosa sentral lebih sering mengenai laki-laki pada usia 20-55 tahun. Kondisi ini mempengaruhi laki-laki 6-10 kali lebih banyak dibandingkan perempuan.diadapatkan juga pada prerempuan hamil dan usia di atas 60 tahun. Penderita mengeluh mata kabur untuk membaca dan melihat jauh, terutama melihat benda yang lebih kecil atau lebih besar dari mata yang sehat, dan penderita meliha bayangan  gelap bulat atau lonjong ditengah lapang pandang(Skotoma sentral) disertai :”Mikropsia , Metamorfopsia, Penglihatan kabur , dimana penglihatan dapat berkisar dari 20/20 sampai 20/200 dan Penurunan kemampuan melihat warna dan kontras. Pemeriksaan dapat dilakukan dengan : Oftalmoskopi indirek, Biomikroskopi slitlamp, Optical Coherence Tomography (OCT), dan Angiografi fluorosens.
          Fotokoagulasi laser pada tempat kebocoran pada epitel pigmen retina tidak terlihat mempengaruhi hasil akhir visual secara bermakna. Fotokoagulasi laser tidak mengurangi baik angka rekurensi maupun prevalensi penyakit kronik dimana perubahan epitel pigmen epitel progresif menimbulkan ancaman hilangnya penglihatan secara permanen. Bagaimanapun, fotokoagulasi laser mempercepat penyembuhan gejala dengan mempersingkat lepasnya serosa lebih cepat. Retinopati serosa sentralis merupakan penyakit yang akan hilang sendiri; biasanya akan terjadi remisi lengkap dalam 6 bulan.
DAFTAR PUSTAKA

1.       Anna L .K : World.Sight.Day.dan.Vision.2020.di.Indonesia. tersedia online : http://health.kompas.com/index.php/read/2010/10/19/07082437/World.Sight.Day.dan.Vision.2020.di.Indonesia-12

2.       Theng H. Central Serous Chorioretinopathy. Tersedia online http://emedicine.medscape.com/article/1227025-overview diakses tanggal 7 maret 2011.

  1. Vaughan DG, Asbury T, Riordan P. “Korioretinopati Serosa Sentralis. General Opthalmology. Ed 14. Widya Medika.2000.199-200.
  2. Central Serous Chorioretinopathy. Tersedia online :http://ningrumwahyuni.wordpress.com/2009/06/29/central-serous-chorioretinopathy. Diakses tanggal 7 maret 2011.
  3. Suhendro G, Moestidjab, Sasono W. Pedoman diagnosa dan terapi SMF Ilmu Penyakit Mata: Sentral Serus Korio retinopati.edisi III.2006.110-111
  4. Ilyas S, Ilmu Penyakit Mata : Retinopati Serosa Sentral.edisi ketiga. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.2008. 197-198
  5. Anonymous. Mikropsia atau Sindrom Alice di Wonderland. Tersedia online : http://id.wikipedia.org/wiki/Sindrom_Alice_di_Wonderland).diakses tanggal 10 maret 2011
  6. Anonymous. Metamorfopsia. Tersedia online : http://es.wikipedia.org/wiki/Metamorfopsia. diakses tanggal 10 maret 2011.
  7. Kahook M.Y, Thomas S.A, Ciardella A.P : Central Serous Chorioretinopathy Associated with Chronic Dermal Camphor Application . The Internet Journal of Ophthalmology and Visual Science. 2007 Volume 4 Number 2
  8.  Anonymous . Central Serous Chorio Retinopathy . tersedia online : :http://www.mvretina.com/education/10.html.diakses tanggal 10 maret 2011.
11.    Anonymous. “Makular edema”. tersedia online http://en.wikipedia.org/wiki/Macular_edema. diakses tanggal 27 maret 2011
12.    Anonymous. ”lubang macula” tersedia online http://www.scribd.com/doc/46495123/gangguan-makula. diakses tanggal 27 maret 2011
13.    Anonymous. “Neovaskularisasi koroid” tersedia online :http://books.google.co.id/Neovaskularisasi%20koroid. diakses tanggal 27 maret 2011
14.    Anonymous. Ablasio Retina tersedia online : http://id.wikipedia.org/wiki/Ablasio. diakses tanggal 27 maret 2011