BAB I
PENDAHULUAN
Mata adalah salah satu panca indera manusia yang sangat penting.
Sebagai indera pengelihatan, mata dapat diibaratkan sebagai lampu yang
menyinari kehidupan manusia. Tanpa mata dunia akna tersa gelap gulita. Oleh
karena itu penting penting bagi kita dalam mempelajari dan mengembangkan ilmu
di bidang kesehatan mata agar para tenaga medis khususnya dokter dapat
melaksanakan penanganan atau menegemen yang tepat terhada kelainan –kelainan pada mata dan
selalu mengikuti ilmu-ilmu mutakhir yang berkembang tentang ilmu kesehatan
mata.
Menurut perhitungan WHO, tanpa ada tindakan apa-apa, diperkirakan
pada 2020 jumlah penduduk dunia penderita kebutaan menjadi dua kali lipat, 80
juta hingga 90 juta orang. Kenyataan ini sangat kontradiktif di tengah
gencarnya seruan pentingnya hak asasi manusia. Tak dapat disangkal, hak
memperoleh penglihatan yang optimal (right to sight) merupakan salah satu hak
asasi manusia yang harus dijamin ketersediaannya. Dengan latar
belakang itu muncul program ”Vision 2020: Right to Sight”, bertujuan mengurangi
jumlah penyakit mata yang dapat menyebabkan kebutaan. Vision 2020 memperoleh
komitmen politik kuat ketika pada World Health Assembly ke-56, tahun 2003
disahkan lewat resolusi WHA56.26, ”Elimination of Avoidable Blindness”. Lebih
dari 40 negara menandatangani resolusi ini, termasuk Indonesia. 1
Central serous retinopathy ( CSCR ) atau lebih dikenal dengan nama
retinopati serosa sentral adalah suatu kelainan pada retina, tepatnya pada
macula lutea, penyakit ini jarang ditemukan, bersifat unilateral, self
limited desease dan ditandai oleh pelepasan serosa sensorik
sebagai akibat dari kebocoran setempat cairan dari koriokapilaris melalui defek
di epitel pigmen retina. Penyakit ini biasanya mengenai pria berusia muda
sampai pertengahan dan mungkin berkaitan dengan kejadian-kejadian stress
kehidupan 2,3.Penjelasan mengenai hal ini adalah karena pria
cenderung mempunyai kehidupan yang lebih stress, paparan terhadap kejahatan
lebih tinggi, jam kerja yang lebih panjang, tanggung jawab keuangan yang lebih
besar dan pekerjaan yang lebih berbahaya 3. Hal itu dapat memicu
berbagai kelainan di mata termasuk retinopati serosa sentralis (CSCR).
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1. ANATOMI RETINA
Retina atau selaput jala merupakan suatu struktur yang sangat terorganisir,
yang terdiri dari lapisan-lapisan badan sel dan prosesus sinaptik. Walaupun
ukurannya kompak dan tampak sederhana apabila dibandingkan dengan struktur
saraf misalnya korteks serebrum, retina memiliki daya pengolahan yang sangat
canggih. Pengolahan visual retina diuraikan oleh otak, dan persepsi warna,
kontras, kedalaman, dan bentuk berlangsung di korteks. 3,4
Retina adalah selembar tipis jaringan saraf yang semitransparan dan multi lapis
yang melapisi bagian dalam 2/3 posterior dinding bola mata. Retina membentang
ke depan hampir sama jauhnya dengan korpus siliare dan berakhir di tepi ora
serata. Permukaan luar retina sensorik bertumpuk dengan lapisan epitel
berpigmen retina sehingga juga bertumbuk dengan membran Bruch, koroid dan
sklera. Di sebagian besar tempat, retina dan epitelium pigmen retina mudah
terpisah hingga membentuk suatu ruang subretina, seperti yang terjadi pada
ablasio retina. Tetapi pada diskus optikus dan ora serata, retina dan epitelium
pigmen retina saling melekat kuat, sehingga membatasi perluasan cairan
subretina pada ablasio retina. Hal ini berlawanan dengan ruang subkoroid yang
dapat terbentuk antara koroid dan sklera, yang meluas ke taji sklera. Dengan
demikian ablasi koroid meluas melewati ora serata, di bawah pars plana dan pars
plikata. Permukaan dalam retina menghadap ke vitreus.2,3,4


Gambar 1. Struktur anatomi mata. (http://www.scribd.com/doc/47075297/2-2-anatomi-dan-fisiologi-retina-dan-vitreus)
Lapisan-lapisan retina, mulai dari sisi dalamnya, adalah sebagai berikut :
1. Membrana limitans interna
2. Lapisan serat saraf, yang mengandung
akson-akson sel ganglion yang berjalan menuju ke nervus optikus
3. Lapisan sel ganglion
4. Lapisan pleksiformis dalam, yang
mengandung sambungan-sambungan sel ganglion dengan sel amakrin dan sel bipolar
5. Lapisan inti dalam badan sel
bipolar, amakrin dan sel horizontal
6. Lapisan pleksiformis luar, yang
mengandung sambungan-sambungan sel bipolar dan sel horisontal dengan
fotoreseptor
7. Lapisan inti luar sel fotoreseptor
8. Membrana limitans eksterna
9. Lapisan fotoreseptor segmen dalam
dan luar, batang dan kerucut
10. Epitelium pigmen retina.2,3

Gambar 2 : lapisan retina.(http://astaqauliyah.com/wp-content/uploads/2011/01/anatomi-retina)
Retina mempunyai tebal 0,1 mm pada
ora serrata dan 0,23mm pada kutub posterior. Di tengah –tengah retina terdapat
macula. Secara klinis macula adalah daerah yang dibatasi aleh arcade arcade
pembuluh darah retina temporal. Di tengah macula, sekitar 3,5 mm di
sebelahlateral diskus optikus terdapat fovea, yang secara klinis jelas –jelas
merupakan cekungan yang memberikan pantulan khusus bila dilihat dengan
optalmoskop. Fovea merupakan zona avaskuler di retina pada angiografi
fluoresens.secara histologis , fovea ditandai dengan menipisnya lapisan inti
luar dan tidak adanya lapisan-lapisan parenkim karena akson-akson sel
fotoreseptor berjalan oblik dan
pergeseran secara sentrifugal lapisan
retina yang lebih dekat ke permukaan dalam foveola adalah bagian paling tengan
fovea, disini fotoreseptornya adalah sel kerucut, dab bagian retina paling
tipis.
3
Retina menerima darah dari dua
sumber : khoriokapilaria yang berada tepat di membran Bruch, yang mendarai
sepertiga luar retina, termasuk lapisan pleksiformis luar dan lapisan inti
luar, fotoreseptor, dan lapisan epitel pigmen retina; cabang-cabang arteri
sentralis retinae, yang mendarai dua per tiga sebaelah dalam. Fovea sepenuhnya
diperdarahi oleh khoriokapilaria dan mudah terkena kerusakan yang tak dapat
diperbaiki kalu retina mengalami ablasi. Pembuluh darah retina mempunyai
lapisan endotel yang tidak berlubang, karena membentuk sawar darah retina.
Lapisan sawar dara khoroid dapat ditembus. 3,
Gambar 3 : gambaran retina normal pada optalmoskop (http://ifan050285.files.wordpress.com/2010/02/mata-21)
2.2.FISIOLOGI
Retina adalah jaringan paling kompleks di mata. Untuk melihat, mata harus
berfungsi sebagai suatu alat optis, sebagai suatu reseptor kompleks, dan
sebagai suatu transduser yang efektif. Sel-sel batang dan kerucut di lapisan
fotoreseptor mampu mengubah rangsangan cahaya menjadi suatu impuls saraf yang
dihantarkan oleh lapisan serat saraf retina melalui saraf optikus dan akhirnya
ke korteks penglihatan. Makula bertanggung jawab untuk ketajaman penglihatan
yang terbaik dan untuk penglihatan warna, dan sebagian besar selnya adalah sel
kerucut. Di fovea sentralis, terdapat hubungan hampir 1:1 antara fotoreseptor
kerucut, sel ganglionnya dan serat saraf yang keluar, dan hal ini menjamin
penglihatan paling tajam. Di retina perifer, banyak fotoreseptor dihubungkan ke
sel ganglion yang sama, dan diperlukan sistem pemancar yang lebih kompleks.
Akibat dari susunan seperti itulah makula terutama digunakan untuk penglihatan
sentral dan warna (penglihatan fotopik) sedangkan bagian retina lainnya, yang
sebagian besar terdiri dari fotoreseptor batang, digunakan terutama untuk
penglihatan perifer dan malam (skotopik). 2,3,4
Retina dapat diperiksa dengan
oftalmoskop langsung atau tidak langsung atau dengan slitlamp
(biomikroskop) dan lensa bikonveks kontak atau genggam. Dengan alat-alat ini,
secara klinis pengamat yang berpengalaman mampu memisahkan lapisan-lapisan
retina untuk menentukan jenis, tingkat, dan luas suatu penyakit retina.
Fotografi fundus dan angiografi fluoresens merupakan alat bantu dalam
pemeriksaan klinis: fotografi memungkinkan dokumentasi untuk perbandingan
kemudian, dan angiografi menghasilkan detil vaskular yang penting untuk terapi
penyakit retina dengan laser.4
2.3. CENTRAL SEROUS
CHORIO RETINOPATHY(C.S.C.R)
2.3.1.Batasan
Retinopati serosa sentral atau
korioretinopati serosa sentral adalah sebuah penyakit dimana terdapat ablasio
serosa retina neurosensorik sebagai akibat dari kebocoran cairan setempat dari
koriokapilaris melalui suatu defek di epitel pigmen retina. Penyebab-penyebab
lain bocornya epitel pigmen retina, seperti neovaskularisasi koroid, inflamasi
atau tumor harus dipisahkan untuk membuat diagnosis.4,5
Retinopati serosa sentral dapat dibagi menjadi dua gambaran klinis yang
berbeda. Secara klasik, retinopati serosa sentral disebabkan oleh satu atau
lebih kebocoran terpisah yang berlainan pada tingkat epitel pigmen retina yang
terlihat pada angiografi fluoresens. Bagaimanapun, saat ini diketahui bahwa
retinopati serosa sentral dapat muncul sebagai disfungsi epitel pigmen retina
difus (misal epiteliopati pigmen retina difus, retinopati serosa sentral
kronik, epitel pigmen retina terdekompensasi) yang ditandai dengan lepasnya
retina neurosensorik melewati area atrofi epitel pigmen retina dan pigmen mottling
(munculnya
bintik-bintik tidak merata). Selama angiografi fluoresens area hiperfluoresens granular
yang luas berisi satu atau beberapa kebocoran halus yang terlihat. 2,3
2.3.2.Etiologi
Retinopati serosa sentral sering disebut retinopati serosa sentral idiopatik
yang artinya penyebabnya tidak diketahui. Namun demikian, stres tampaknya
memainkan peranan penting. Retinopati serosa sentral juga dihubungkan dengan
kortisol dan kortikosteroid, dan orang dengan tingkat kortisol lebih tinggi
daripada normal juga memiliki kecenderungan untuk menderita retinopati serosa
sentral. 2,4,5
2.3.3.Patofisiologi
Hipotesa patofisiologi sebelumnya
menerangkan adanya transpor ion abnormal melewati epitel pigmen retina dan
vaskulopati koroid fokal. Munculnya Fundal Flourosen Angiografi telah menerangkan pentingnya sirkulasi koroid
pada patogenesis retinopati serosa sentral. Fundal Flurocein Angiografi (FFA)
telah mendemonstrasikan area hipermeabilitas dan hiperfluoresens koroid multifokal
yang memperlihatkan kelainan vaskuler
koroid fokal. Beberapa pengamat meyakini bahwa hubungan dengan vaskuler koroid
pertama yang kemudian mengarah pada disfungsi sekunder melalui epitel pigmen
retina.2,4
Beberapa studi menggunakan elektroretinografi telah mendemonstrasikan disfungsi
retinal difus bilateral bahkan ketika retinopati serosa sentral hanya aktif
pada satu mata. Studi-studi ini mendukung keyakinan pada efek sistemik difus
pada vaskularisasi koroid.2,4
Kepribadian tipe A, hipertensi sistemik, dan sleep apnea obstruktif
mungkin duhubungkan dengan retinopati serosa sentral. Diduga patogenesisnya
adalah karena meningkatnya sirkulasi kortisol dan epinefrin, yang mempengaruhi
autoregulasi dari sirkulasi koroid. Lebih lanjut, Tewari dkk mendemonstrasikan
pasien dengan retinopati serosa sentral yang menunjukkan terganggunya respon
autonomik yang secara berarti menurunkan aktifitas parasimpatetik dan secara
berarti meningkatkan aktifitas simpatik. 2,4
Kortikosteroid memiliki efek langsung pada ekspresi gen reseptor adrenergik
sehingga menambah efek keseluruhan katekolamin pada patogenesis retinopati
serosa sentral. Berikutnya studi yang beragam telah dengan yakin melibatkan
efek kortikosteroid pada perkembangan retinopati serosa sentral.2,4,9
2.3.4. Insiden
Secara klasik, retinopati serosa
sentral lebih sering mengenai laki-laki pada usia 20-55 tahun. Kondisi ini
mempengaruhi laki-laki 6-10 kali lebih banyak dibandingkan
perempuan.diadapatkan juga pada prerempuan hamil dan usia di atas 60 tahun.2,4,5
Penderita dengan retinopati serosa
sentral (yang ditandai dengan kebocoran setempat) memiliki resiko rekurensi
40-50℅ pada mata yang sama. Resiko terjadinya neovaskularisasi koroid yang
muncul dari retinopati serosa sentral sebelumnya siperkirakan kecil (< 5℅)
namun memiliki frekuensi lebih tinggi pada pasien lebih tua dengan diagnosa
retinopati serosa sentral.2,4
2.3.5.Gejala klinis
Anamnesa : penderita mengeluh mata
kabur untuk membaca dan melihat jauh, terutama melihat benda yang lebih kecil
atau lebih besar dari mata yang sehat, dan penderita meliha bayangan gelap bulat atau lonjong ditengah lapang
pandang (Skotoma
sentral).
6
Keluhan
juga disertai :
1.
Mikropsia atau Sindrom
Alice di Wonderland adalah keadaan disorientasi saraf yang
memengaruhi persepsi penglihatan pada manusia. Penderita
sindrom ini akan merasa melihat
rekannya, bagian tubuh dari manusia, hewan, objek tak bergerak menjadi lebih
kecil dari kenyataan. Secara umum, objek yang dipersepsi mucnul sangat jauh
atau sangat dekat pada waktu bersamaan.7
2.
Metamorfopsia
disebut distorsi visual yang konsisten dalam mengubah persepsi ukuran ( dismegalopsia ) atau bentuk ( dismorfopsia ) objek Umumnya muncul karena
garis lurus muncul sebagai twisted. 8
3.
Penglihatan
kabur , dimana penglihatan dapat berkisar dari 20/20 sampai 20/200. 10
4. Penurunan kemampuan melihat warna dan kontras. 5,9,10
2.3.6.Pemeriksaan Klinis
a. Oftalmoskopi indirek
Pada
kasus tipikal telah menunjukkan lingkaran dangkal atau peninggian oval pada
retina sensoris pada kutub posterior. 2,4
Lepasnya
lapisan serosa retina neurosensoris, peninggian kubah jernih biasanya pada
daerah perifovea, menyebabkan peningkatan relatif dalam hiperopia, penurunan
yang dihubungkan pada ketajaman penglihatan tak terkoreksi dan mengubah refleks
membran limitans interna. Lesi ini biasanya menghilang secara spontan dalam 3 –
4 bulan.
2,4
b. Biomikroskopi slitlamp
Perlu
sekali dilakukan dalam menegakkan diagnosa dan menyingkirkan penyebab lain
lepasnya retina sensoris (misal lubang diskus optikus, koloboma diskus optikus,
tumor koroid dan membran neovaskuler subretina). Biomikroskopi menunjukkan
retina sensoris yang terlepas sebagai sesuatu yang transparan dengan ketebalan
yang normal. Terpisahnya retina sensoris yang terlepas tersebut dari epitel
pigmen retina yang mendasarinya dapat diketahui dengan menandai bayangan semu
diatas epitel pigmen retina oleh pembuluh darah retina. Pada kasus tertentu,
presipitat-presipitat kecil dapat dilihat pada permukaan posterior retina
sensoris yang terlepas. Kadang-kadang daerah abnormal pada epitel pigmen retina
dapat juga dijumpai melalui cairan yang bocor dari koriokapiler ke dalam ruang
subretina dan pada beberapa kasus terlepasnya epitel pigmen retina yang kecil
dapat dijumpai dalam lapisan serosa yang lepas. Cairan subretina dapat jernih maupun
keruh.
2,4


Gambar 4 : gambaran macula (www.myvisiontest.com/img/upload/CentralSerous)
c. Angiografi fluorosens 2,4,10
Walaupun dalam banyak kasus diagnosa
dibuat secara klinis, angiografi fluoresens membantu dalam membuat diagnosa pasti
retinopati serosa sentral, dan dalam menyingkirkan munculnya membran
neovaskuler subretina dalam kasus-kasus atipikal. Pada retinopati serosa
sentral terdapat kerusakan sawar retina-darah bagian luar yang memungkinkan
lewatnya molekul fluoresens bebas ke dalam ruang subretina. Pada angiografi ada
2 pola yang terlihat (teknik lihat
lampiran):
1 .Gambaran kumpulan-asap (smoke-stack)
Selama fase awal perpindahan zat
kontras, bintik hiperfluoresens muncul yang kemudian membesar secara vertikal.
Selama fase vena lambat, cairan memasuki ruang subretina dan naik secara
vertikal (seperti kumpulan asap) dari titik kebocoran sampai mencapai batas
atas lepasannya. Zat kontras kemudian menyebar ke lateral mengambil bentuk mushroom
atau payung, sampai keseluruhan area yang lepas terisi.
2 .Gambaran
noda tinta (ink-blot)
Kadang-kadang dapat terlihat pada
bintik hiperfluoresens pertama yang berangsur-angsur bertambah ukurannya sampai
seluruh ruang subretina terisi.

Gambar 5: Fluorescein angiography di resirkulasi
tahap awal pasien dengan satu detasemen neurosensorik lokal di makula
chorioretinopathy serosa pusat. Perhatikan hyperfluorescence fokus.2

Gambar 6: Fluorescein angiography di resirkulasi
tahap akhir pasien yang sama seperti pada gambar di atas. Perhatikan distribusi
kebocoran pewarna fluorescein dalam detasemen neurosensorik.2
d. Optical Coherence Tomography (OCT) : dapat
menunjukan celah pada bagian retina akan berguna untuk mendiagnosa CSCR

Gambar 7 : pada (OCT) tampak cauran abnormal
pada lapisan retina.(http://www.healthscout.com/ency/68/309/main.html)
2.3.7.Diagnosa Banding
- Degenerasi makula terkait-usia :
Degenerasi macula adalah suatu keadaan dimana macula
mengalami kemunduran sehingga terjadi penurunan ketajaman penglihatan dan
kemungkinan akan menyebabkan hilangnya fungsi penglihatan sentral. Kondisi ini
biasanya berkembang secara perlahan-lahan, tetapi kadang berkembang secara
progresif, sehingga menyebabkan kehilangan penglihatan yang sangat berat pada
satu atau kedua bola mata.
Berdasarkan American Academy of Oftalmology penyebab utama penurunan penglihatan atau kebutaan di AS yaitu umur yang lebih dari 50 tahun. Data di Amerika Serikat menunjukkan, 15 persen penduduk usia 75 tahun ke atas mengalami degenerasi makula itu. Terdapat 2 jenis tipe dasar dari penyakit-penyakit tersebut yakni Standar Macular Degeneration dan Age Related Macular Degeneration (ARMD). Degenerasi makula terkait usia merupakan kondisi generatif pada makula atau pusat retina. Terdapat 2 macam degenarasi makula yaitu tipe kering (atrofik) dan tipe basah (eksudatif). Kedua jenis degenerasi tersebut biasanya mengenai kedua mata secara bersamaan. Degenerasi makula terjadi sebagai akibat dari kerusakan pada epitel pigmen retina.
Degenerasi makula menyebabkan kerusakan penglihatan yang berat (misalnya kehilangan kemampuan untuk membaca dan mengemudi) tetapi jarang menyebabkan kebutaan total. Penglihatan pada tepi luar dari lapang pandang dan kemampuan untuk melihat biasanya tidak terpengaruh, yang terkena hanya penglihatan pada pusat lapang pandang. Gejala klinis biasa ditandai terjadinya kehilangan fungsi penglihatan secara tiba-tiba ataupun secara perlahan tanpa rasa nyeri. Kadang gejala awalnya berupa gangguan penglihatan pada salah satu mata, dinilai garis yang sesungguhnya lurus terlihar bergelombang.(1,3)
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan hasil pemeriksaan mata. Sejauh ini belum ada terapi untuk degenerasi makula tipe kering. Suplemen seng hanya mampu membantu memperlambat progresivitas gangguan. Untuk beberapa kasus basah, terapi laser bisa membersihkan pembuluh darah abnormal sehingga kekaburan penglihatan dapat dicegah. Tetapi, tidak semua kasus bisa diatasi dengan terapi laser. Saat ini sedang dikembangkan berbagai obat dan prosedur operasi baru antara lain terapi foto dinamik. Faktor resiko gangguan ini selain karena usia tua, juga riwayat keluarga (genetik), ras kaukasia serta merokok.3
Berdasarkan American Academy of Oftalmology penyebab utama penurunan penglihatan atau kebutaan di AS yaitu umur yang lebih dari 50 tahun. Data di Amerika Serikat menunjukkan, 15 persen penduduk usia 75 tahun ke atas mengalami degenerasi makula itu. Terdapat 2 jenis tipe dasar dari penyakit-penyakit tersebut yakni Standar Macular Degeneration dan Age Related Macular Degeneration (ARMD). Degenerasi makula terkait usia merupakan kondisi generatif pada makula atau pusat retina. Terdapat 2 macam degenarasi makula yaitu tipe kering (atrofik) dan tipe basah (eksudatif). Kedua jenis degenerasi tersebut biasanya mengenai kedua mata secara bersamaan. Degenerasi makula terjadi sebagai akibat dari kerusakan pada epitel pigmen retina.
Degenerasi makula menyebabkan kerusakan penglihatan yang berat (misalnya kehilangan kemampuan untuk membaca dan mengemudi) tetapi jarang menyebabkan kebutaan total. Penglihatan pada tepi luar dari lapang pandang dan kemampuan untuk melihat biasanya tidak terpengaruh, yang terkena hanya penglihatan pada pusat lapang pandang. Gejala klinis biasa ditandai terjadinya kehilangan fungsi penglihatan secara tiba-tiba ataupun secara perlahan tanpa rasa nyeri. Kadang gejala awalnya berupa gangguan penglihatan pada salah satu mata, dinilai garis yang sesungguhnya lurus terlihar bergelombang.(1,3)
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan hasil pemeriksaan mata. Sejauh ini belum ada terapi untuk degenerasi makula tipe kering. Suplemen seng hanya mampu membantu memperlambat progresivitas gangguan. Untuk beberapa kasus basah, terapi laser bisa membersihkan pembuluh darah abnormal sehingga kekaburan penglihatan dapat dicegah. Tetapi, tidak semua kasus bisa diatasi dengan terapi laser. Saat ini sedang dikembangkan berbagai obat dan prosedur operasi baru antara lain terapi foto dinamik. Faktor resiko gangguan ini selain karena usia tua, juga riwayat keluarga (genetik), ras kaukasia serta merokok.3
2.
Edema makula Irvine-Gass
Makula edema terjadi ketika cairan
dan protein
deposito mengumpulkan pada atau di bawah makula
dari mata , daerah pusat kuning dari retina
, menyebabkan ia menebal dan membengkak. Pembengkakan dapat merusak orang pusat
yang visi , sebagai makula dekat pusat retina
di bagian belakang bola mata. Daerah ini memegang erat sel kerucut yang memberikan penglihatan tajam, penglihatan sentral yang jelas untuk
memungkinkan seseorang untuk melihat bentuk, warna, dan detail yang langsung
dalam garis pandang. Macular Edema kadang-kadang komplikasi yang muncul
beberapa hari atau minggu setelah operasi katarak
, tetapi kebanyakan kasus tersebut dapat berhasil diobati dengan OAINS
atau kortison
tetes mata . Sampai saat ini tidak ada
pengobatan yang baik untuk edema makula yang disebabkan oleh oklusi vena retina
sentral (CRVO). Laser
photocoagulation telah digunakan untuk edema makula yang disebabkan
oleh oklusi vena retina cabang
(BRVO). edema makula Cystoid
(CME) adalah setiap jenis edema makula yang melibatkan kista
formasi, termasuk sindrom Irvine Gass-dan lain-lain.11
3.
Lubang macula
Lubang
makula adalah hilangnya seluruh ketebalan retina sensorik di makula.
Gangguan initerjadi paling sering pada pasien usia lanjut dan biasanya
unilateral. Pemeriksaanbiomikroskopi terhadap mata yang bergejala menampakkan
lubang bundar atau oval, padaseluruh ketebalan (full-thickness), berbatas tegas
dengan diameter sepertiga diskus di pusatmakula, yang mungkin dikelilingi oleh
daerah ablasio retina sensorik berbentuk cincin.Ketajaman penglihatan
terganggu, dan pada pemeriksaan Amsler grid dijumpaimetamorfopsia dan skotoma
sentral. Uji cahaya celah Watzke-Allen mempunyai korelasidengan
keberadaan lubang makula full-thickness. Seberkas cahaya celah yang diarahkan
kelubang makula digambarkan pasien sebagai cahaya yang menipis atau
terputus-putus.Lubang makula terjadi akibat traksi tangensial pada korteks
vitreosa epiterina.12
4.
Neovaskularisasi koroid
Neovaskularisasi retina merupakan
endpoint berbagai serangan penyakit yang sering dijumpai, penyakit ini dapat
terjadi sekunder karena oklusi pembuluh darah, hipoksia, atau produksi factor
angiogenik primer. Oklusi pembuluh darah dapat menyebabkan perdarahan (dan
perubahan terkait dengan pengorganisasian peristiwa tersebut, termasuk ablasio
retina ), atau menimbulkan iskemia local. Hipoksia retina mengakibatkan
produksi factor pertumbuhan (missal VEGF) yang menimbulkan angiogenesis,
kontraksi membrane neovaskuler yang kemudian menyebabkan ablasio retina. 13
5.
Ablasio retina
Ablasio adalah suatu
keadaan lepasnya retina sensoris dari epitel pigmen retina (RIDE). keadaan ini
merupakan masalah mata yang serius dan dapat terjadi pada usia berapapun,
walaupun biasanya terjadi pada orang usia setengah baya atau lebih tua. Ablasio
retina lebih besar kemungkinannya terjadi pada orang yang menderita rabun jauh
(miopia) dan pada orang orang yang anggota keluarganya ada yang pernah
mengalami ablasio retina. Ablasio retina dapat pula disebabkan oleh penyakit
mata lain, seperti tumor, peradangan hebat, akibat trauma atau sebagai
komplikasi dari diabetes. Bila tidak segera dilakukan tindakan, ablasio retina
dapat menyebabkan cacat penglihatan atau kebutaan yang menetap. Sebagian besar
ablasio retina terjadi akibat adanya satu atau lebih robekan-robekan atau
lubang-lubang di retina, dikenal sebagai ablasio retina regmatogen
(Rhegmatogenous Retinal Detachment). Kadang-kadang proses penuaan yang normal
pun dapat menyebabkan retina menjadi tipis dan kurang sehat, tetapi yang lebih
sering mengakibatkan kerusakan dan robekan pada retina adalah menyusutnya korpus
vitreum, bahan jernih seperti agar-agar yang mengisi bagian tengah bola mata. Korpus
vitreum melekat erat pada beberapa lokasi. Bila korpus vitreum menyusut, ia
dapat menarik sebagian retina ditempatnya melekat, sehingga menimbulkan robekan
atau lubang pada retina. Bila sudah ada robekan-robekan retina, cairan dari
korpus vitreum dapat masuk ke lubang di retina dan dapat mengalir di antara
lapisan sensoris retina dan epitel pigmen retina. Cairan ini akan mengisi celah
potensial antara dua lapisan tersebut diatas sehingga mengakibatkan retina
lepas. Bagian retina yang terlepas tidak akan berfungsi dengan baik dan di
daerah itu timbul penglihatan kabur atau daerah buta. Bentuk ablasio retina
yang lain yaitu ablasio retina traksi ( Traction Retinal Detachment ) dan
ablasio retina eksudatif (Exudative Retinal Detachment) umumnya terjadi
sekunder dari penyakit lain. Ablasio retina traksi disebabkan adanya jaringan
parut yang melekat pada retina. Kontraksi jaringan parut tersebut dapat menarik
retina sehingga terjadi ablasio retina. Ablasio retina eksudatif dapat terjadi
karena adanya kerusakan epitel pigmen retina , karena peningkatan permeabilitas
dinding pembuluh darah oleh berbagai sebab atau penimbunan cairan yang terjadi
pada proses peradangan. Gejala yang sering dikeluhkan penderita adalah :
Floaters (terlihatnya benda melayang-layang), Photopsia/Light flashes(kilatan
cahaya), penurunan tajam penglihatan. penderita mengeluh penglihatannya
sebagian seperti tertutup tirai yang semakin lama semakin luas.14
6.
Penyakit Vogt-Koyanagi-Harada
Sindroma ini biasanya akan
memberikan keluhan bilateral, penglihatan menurun, sakit, mata merah, yang
kadang- kadang disertai sakit kepala, kaku tengkuk, enek dan muntah, demam dan
malaise. Penyebab sindrom in tidak diketahui pasti. Biasanya mengenai usia 20
tahun. Gejala tedapat pada uvea, retina dan meningen. Pada kilit akan terlihat
vitiligo, rambut rontok (alopesia). Sering kelainan ini disertai dengan
gangguan pendengaran seperti tuli dan tinnitus. Ablasi retina eksudat dapat
terjadi, disertai peradangan intraocular papilitis. Rangsangan meningen akan
mengakibatkan gangguan saraf. Gejalanya adalah ablasiretina serosa pada kedua
mata,disertai infiltrate pada koroid, kekeruhan badan kaca, edema papil, dan
suar di bili mata depan. Pengobatan diberikan untuk mengatasi radang dengan
steroid topical sistemik, siklopegik, pengobatan gejala saraf lainnya.6
2.3.8.Penatalaksanaan
Keberhasilan fotokoagulasi laser tidak
terbukti jelas dalam menangani tempat lepasnya dan bocornya epitel pigmen
retina jika fotokoagulasi laser ditempatkan pada area fovea. Robertson dan
Ilstrup (1983) mengamati bahwa fotokoagulasi laser langsung pada area kebocoran
epitel pigmen retina memperpendek kejadian retinopati serosa sentral kira-kira
2 bulan. Para pengamat ini lebih lanjut mencatat bahwa tidak terdapat rekurensi
dalam periode 18 bulan, dimana rekurensi sebesar 34 ℅ telah diamati pada
sekelompok pasien dengan fotokoagulasi indirek atau palsu.2,4
Fotokoagulasi laser pada tempat kebocoran pada epitel pigmen retina tidak
terlihat mempengaruhi hasil akhir visual secara bermakna.(2,3,8)
Fotokoagulasi laser tidak mengurangi baik angka rekurensi maupun prevalensi
penyakit kronik dimana perubahan epitel pigmen epitel progresif menimbulkan
ancaman hilangnya penglihatan secara permanen. Bagaimanapun, fotokoagulasi
laser mempercepat penyembuhan gejala dengan mempersingkat lepasnya serosa lebih
cepat.
2,3,4,5,10
Indikasi fotokoagulasi laser:
a.
CSCR yang berulang
b.
CSCR sesudah 12 minggu belum membaik
c.
Visus penderita makin terganggu dan penderita tidak bisa
bekerja untuk menyelesaikan pekerjaan yang penting
d.
CSCR pada mata jiran.6
Termoterapi
transpupil( penjelasan lihat lampiran) telah dianjurkan sebagai alternatif
dengan resiko lebih rendah dibandingkan fotokoagulasi laser pada kasus dimana
kebocoran terdapat pada makula sentral.2,4
Penderita retinopati serosa sentral biasanya menemukan cara mereka sendiri
untuk menangani kondisi mereka, yang mungkin termasuk mengurangi stres dan
mengubah pola makan. 2,4
2.3.9.Prognosa
Retinopati serosa sentralis merupakan penyakit yang akan hilang sendiri;
biasanya akan terjadi remisi lengkap dalam 6 bulan. Retinopati
serosa sentral dapat bersifat residif. Sekitar 80℅ akan mengalami
resolusi cairan subretina spontan dan kembali normal atau mendekati normal,
dalam 1-6 bulan. 20℅ sisanya lebih lama dari 6 bulan, namun mengalami resolusi
dalam 12 bulan. Pada keadaan ini cairan subretina akan diserap kembali dan
retina akan melekat kembali pada epitel pigmen tanpa gejala sisa subyektif yang
menyolok. Metamorfopsia, penurunan dalam penglihatan cahaya, dan
perubahan dalam penglihatan warna dapat bertahan selama beberapa bulan dalam
derajat yang ringan namun jarang menimbulkan kecacatan; dan mungkin juga
menjadi permanen akibat serangan rekuren multipel ataupun ablasio yang lama.
Ketajaman penglihatan cenderung kembali normal. Jika gejala secara
khusus mengganggu, fotokoagulasi laser dapat menurunkan lamanya waktu untuk
resolusi.2,4,10
2.3.10.Komplikasi
1.
Sebagian kecil pasien mengalami neovaskularisasi koroid pada
tempat kebocoran dan bekas laser. Pengamatan retrospektif kasus ini menunjukkan
bahwa setengah dari pasien-pasien tersebut mungkin memiliki tanda-tanda
neovaskularisasi koroid semu pada saat pengobatan. Pada pasien yang lain,
resiko neovaskularisasi koroid mungkin meningkat dengan pengobatan laser.2,4
2.
Ablasio retina bulosa akut dapat muncul sebaliknya pada
pasien sehat dengan retinopati serosa sentral. Gambarannya dapat menyerupai
penyakit Vogt-Koyanagi-Harada, ablasio retina regmatogenus, atau efusi uvea.
Sebuah laporan kasus telah melibatkan penggunaan kortikosteroid pada retinopati
serosa sentral sebagai faktor yang meningkatkan kemungkinan pembentukan fibrin
subretina. Mengurangi dosis kortikosteroid secara bertahap akan menghasilkan
perbaikan pada ablasio retina serosa.2,4
3.
Dekompensasi epitel pigmen retina akibat serangan berulang
akan berakibat atrofi epitel pigmen retina dan berikutnya atrofi retina.
Dekompensasi epitel pigmen retina adalah manifestasi retinopati serosa sentral
namun dapat juga dianggap sebagai komplikasi jangka panjang.2,4
BAB III
PENUTUP
Retinopati
serosa sentral atau korioretinopati serosa sentral adalah sebuah penyakit
dimana terdapat ablasio serosa retina neurosensorik sebagai akibat dari
kebocoran cairan setempat dari koriokapilaris melalui suatu defek di epitel
pigmen retina. Retinopati serosa sentral sering disebut retinopati serosa
sentral idiopatik yang artinya penyebabnya tidak diketahui. Namun demikian,
stres tampaknya memainkan peranan penting. Retinopati serosa sentral juga
dihubungkan dengan kortisol dan kortikosteroid.
secara
khusus sembuh spontan pada kebanyakan pasien. Pasein dengan retinopati serosa
sentral memiliki resiko rekurensi 40-50℅ pada mata yang sama. Resiko terjadinya
neovaskularisasi koroid yang muncul dari retinopati serosa sentral sebelumnya
siperkirakan kecil (< 5℅) namun memiliki frekuensi lebih tinggi pada pasien
lebih tua dengan diagnosa retinopati serosa sentral. Secara klasik,
retinopati serosa sentral lebih sering mengenai laki-laki pada usia 20-55
tahun. Kondisi ini mempengaruhi laki-laki 6-10 kali lebih banyak dibandingkan
perempuan.diadapatkan juga pada prerempuan hamil dan usia di atas 60 tahun. Penderita
mengeluh mata kabur untuk membaca dan melihat jauh, terutama melihat benda yang
lebih kecil atau lebih besar dari mata yang sehat, dan penderita meliha
bayangan gelap bulat atau lonjong
ditengah lapang pandang(Skotoma sentral) disertai :”Mikropsia
, Metamorfopsia, Penglihatan kabur , dimana
penglihatan dapat berkisar dari 20/20 sampai 20/200 dan Penurunan kemampuan melihat warna dan kontras. Pemeriksaan dapat dilakukan dengan
: Oftalmoskopi indirek, Biomikroskopi slitlamp, Optical Coherence Tomography (OCT), dan Angiografi fluorosens.
Fotokoagulasi laser pada tempat kebocoran pada epitel pigmen retina tidak
terlihat mempengaruhi hasil akhir visual secara bermakna. Fotokoagulasi laser
tidak mengurangi baik angka rekurensi maupun prevalensi penyakit kronik dimana
perubahan epitel pigmen epitel progresif menimbulkan ancaman hilangnya
penglihatan secara permanen. Bagaimanapun, fotokoagulasi laser mempercepat
penyembuhan gejala dengan mempersingkat lepasnya serosa lebih cepat. Retinopati
serosa sentralis merupakan penyakit yang akan hilang sendiri; biasanya akan
terjadi remisi lengkap dalam 6 bulan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Anna L .K : World.Sight.Day.dan.Vision.2020.di.Indonesia. tersedia online : http://health.kompas.com/index.php/read/2010/10/19/07082437/World.Sight.Day.dan.Vision.2020.di.Indonesia-12
2. Theng H. Central Serous Chorioretinopathy. Tersedia online http://emedicine.medscape.com/article/1227025-overview diakses tanggal 7 maret 2011.
- Vaughan DG, Asbury T, Riordan P. “Korioretinopati Serosa Sentralis. General Opthalmology. Ed 14. Widya Medika.2000.199-200.
- Central Serous Chorioretinopathy. Tersedia online :http://ningrumwahyuni.wordpress.com/2009/06/29/central-serous-chorioretinopathy. Diakses tanggal 7 maret 2011.
- Suhendro G, Moestidjab, Sasono W. Pedoman diagnosa dan terapi SMF Ilmu Penyakit Mata: Sentral Serus Korio retinopati.edisi III.2006.110-111
- Ilyas S, Ilmu Penyakit Mata : Retinopati Serosa Sentral.edisi ketiga. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.2008. 197-198
- Anonymous. Mikropsia atau Sindrom Alice di Wonderland. Tersedia online : http://id.wikipedia.org/wiki/Sindrom_Alice_di_Wonderland).diakses tanggal 10 maret 2011
- Anonymous. Metamorfopsia. Tersedia online : http://es.wikipedia.org/wiki/Metamorfopsia. diakses tanggal 10 maret 2011.
- Kahook M.Y, Thomas S.A, Ciardella A.P : Central Serous Chorioretinopathy Associated with Chronic Dermal Camphor Application . The Internet Journal of Ophthalmology and Visual Science. 2007 Volume 4 Number 2
- Anonymous . Central Serous Chorio Retinopathy . tersedia online : :http://www.mvretina.com/education/10.html.diakses tanggal 10 maret 2011.
11.
Anonymous.
“Makular edema”. tersedia online http://en.wikipedia.org/wiki/Macular_edema. diakses tanggal 27 maret 2011
12.
Anonymous. ”lubang macula”
tersedia online http://www.scribd.com/doc/46495123/gangguan-makula.
diakses tanggal 27 maret 2011
13.
Anonymous. “Neovaskularisasi
koroid” tersedia online :http://books.google.co.id/Neovaskularisasi%20koroid.
diakses tanggal 27 maret 2011
14.
Anonymous. Ablasio Retina
tersedia online : http://id.wikipedia.org/wiki/Ablasio. diakses tanggal 27
maret 2011
Saya adalah penderita cscr dan saya adalah wanita umur 38,sdh 3 bln dari awal gejala,sdh 3 dktr yg saya temui dan diberi obat mnm dan obat tetes mata yg berbeda,terakhir tgl 18 agustus kmrn saya periksa ke jec dan dktr memberikan obat mnm dan tetes utk 1 bln,sambil melihat perkembangan krn mnrt dktr biasa cscr akan sembuh sendiri dlm jangka wkt 3-4 bln bnrkah demikian?
BalasHapusSelamat Pagi, Apakah saat ini CSCR yang anda derita sudah membaik? Saya juga didiagnosa oleh dokter terkena CSR. Maukah anda berbagi pengalaman dengan saya tentang CSCR yang pernah anda alami. Terima kasih.
Hapusselamat sore, saya juga didiagnosa oleh 2 dokter terkena csr sudah sekitar 6 bulanan tapi tidak sembuh2, saya merasa semakin parah dan tambah stress. apakah ada yg sudah sembuh? dan gimana cara mengobatinnya tanpa laser? apakah benar penyakit ini timbul karena stress?
HapusHalo mba FharidatulWhasimah, terimakasih atas masukannya,gmn skrg sudah sembuh?pengobatannya seperti apa? sy baru 2 minggu terkena cscr, selain menghindari stress, konsumsi makan yang baik bagi penderita cscr apa ya mngkin ada pengalaman dari mba,..trims
BalasHapusSaya juga kena nih... uda 2 minggu.. gmn teman2 lain bisa sembuh total ga??
BalasHapusSaya sdh 2 minggu terkena CSCR mohon masukannya saat ini saya sedang hamil 7 bulan. Mhn solusinya, sdh ke dokter mata dan saya tdk berani untuk makan obat dari dokter krn takut berpengaruh dgn janin saya...
BalasHapusSaya sdh 2 minggu terkena CSCR mohon masukannya saat ini saya sedang hamil 7 bulan. Mhn solusinya, sdh ke dokter mata dan saya tdk berani untuk makan obat dari dokter krn takut berpengaruh dgn janin saya...
BalasHapuslho sama mbak saya juga kena, ada bulatan abu2 ditengah agak blur.
Hapus